MUSLIM ABU-ABU MENGUSUNG PARTAI ISLAM

Pada kesempatan ini, saya ingin mengajak semua ummat Islam untuk mefokuskan pemikirannya dan mengkaji kembali tentang nasib ummat islam di Indonesia yang telah kehilangan hak mayoritas akibat Ummat Islam yang apatis dan sembrono dalam memilih pemimpin/ Presiden, sehingga Ummat islam sekian lama bahkan puluhan tahun menjadi Obyek para aktor politik kotor dengan menjadikan Ummat Islam sebagai kendaraan untuk kepetingan PARPOL tertentu yang hasilnya tidak lain hanya kebohongan dan pembodohan terhadap rakyat khususnya Ummat islam.


Mari kita sejenak merenung kembali, mengapa Ummat Islam di Indonesia selalu dipimpin manusia yang fasiq...? Apakah Ummat Islam selalu salah memilih pemimpin akibat kecerobohannya..? Apakah para Ulama’ sudah terbelenggu dengan urusan duniawi yang berakibat tumpulnya kekuatan Islam..? Mengapa Presiden kita dengan arogan mempertahankan suatu Isme (Ahmadiyah) yang sudah sekian lama menggerogoti Aqidah Ummat Islam..? mengapa Presiden kita sudah tidak lagi menghormati Ulama’, Kiyai apalagi Ummat Islam..? Jawabanya ada pada diri kita sendiri.


Mari kita simak maksud Firman Alloh Ta’ala: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu itu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran dari pada keimanan, dan barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim" (Attaubah : 29)


Politisi Muslim perlu bersikap tegas dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah Islam. Bukan hanya tegas dalam masalah korupsi dan penyelewengan kekuasaan, tetapi juga tegas dalam menyikapi ide-ide sekularisme, liberalisme, pluralisme agama, dan berbagai ide yang meruntuhkan dan menyerang sendi-sendi aqidah Islam. Adalah aneh jika sejumlah politisi Muslim aktif menyebarkan ide politisi busuk untuk koruptor, tetapi tidak kritis terhadap politisi yang menyebarkan ide-ide yang meruntuhkan aqidah Islamiyah.


Cukup sudah kita berkali kali terperosok jatuh ke dalam lubang kehinaan, mari kita bersama sadar dan berhati hati dalam memilih sosok pemimpin, atau kita semua mendapat dosa dan murka Alloh Ta’ala. Bukankah Muslim itu harus pintar, cerdas, tangkas dan bijak dalam segala hal. Apalagi Muslim yang terlibat dalam lingkaran politik praktis/ anggota DPR, hendaknya benar-benar menjadi jembatan penyampaian aspirasi rakyat khususnya Ummat Islam yang memiliki hak mayoritas.


“Barang siapa tidak peduli terhadap urusan Ummat Islam, maka tidak termasuk golongan mereka (Ummat Islam)”. (Alhadist)


Yang lebih menyedihkan lagi, anggota DPR yang diusung dari Partai yang berlandaskan Syari’at Islam, 85% sama sekali tidak pernah menyuarakan kepentingan Ummat Islam. Misal, menyinggung semaraknya perjudian, tayangan-tayangan TV swasta yang merusak mental putra bangsa atau mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan KEPPRES pembubaran Ahmadiyah yang sudah jelas-jelas telah menodai dan mengacak-acak Aqidah Ummat Islam.


Partai Islam yang semacam ini, benar-benar telah durhaka kepada Alloh Ta’ala, mendustakan Agama Islam dan sekaligus menghianati Ummat Islam..! betapa tidak, mereka mengusung Partainya dengan menggunakan kendaraan Syari’at Islam, setelah menjadi anggota DPR dari fraksi masing-masing partai tersebut, lupa daratan lalu menyimpan Syari’at kedalam kolong aula DPR. Inikah bentuk penipuan partai Islam terhadap Ummat Islam..? sungguh sangat besar dosa mereka yang telah mempermainkan dan menjual belikan Syari’at Islam demi sedikit harta duniawi yang tidak berarti. Mending partai sosialis yang tidak pakai embel-embel Syari’at Islam ketimbang menjadikan Syari’at sebagai topeng untuk memuaskan ambisinya.


“Diantara tanda2 Qiamat, Akan datang suatu Fitnah bak gumpalan malam, pagi hari seorang dalam keadaan ber-Iman, sore harinya sudah menjadi Kafir, sore hari dalam keadaan ber-Iman, pagi harinya sudah menjadi Kafir, mereka menjual/ menukar Agamanya dengan sebagian harta duniawi/ uang yang sedikit” (Al-Hadist).


Orang-orang munafiq dalam sepak terjang mereka baik dengan jabatannya, apakah itu di DPR/MPR atau di pemerintahan sama sekali tidak memperjuangkan agama Alloh Ta’ala malah langsung atau tidak langsung mereka memusuhi Islam dalam bermacam macam kebijakan yang mereka ambil. Yang jelas orang-orang munafik itu kalau ngomong berbohong/ dusta, dan jika berjanji mereka ingkar janji dan jika dikasih amanat, mereka khianat atau mengkhianati yang memilihnya, artinya kejujuran tidak ada pada mereka, singkat kata lebih banyak menipunya.


"Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu jika ngomong / berbicara bohong, jika berjanji ingkar janji dan apabila diberi amanat mereka khianat" (Bukhari-Muslim).


Terkadang dalam benak pikiran saya terlintas, seakan akan kriteria hadist tersebut dikhususkan kepada para wakil rakyat dan pemimpin kita, seperti yang kita saksikan dan terbukti mereka kebanyakan tidak memperjuangkan aspirasi rakyat, yang ada hanya membodohi dan mengabaikan kepentingan Ummat.


Oleh karena itu, berdasarkan hukum Syar’i, HARAM...! hukumnya Ummat Islam memilih pemimpin yang Munafiq/ Fasiq apalagi Presiden yang menolak Syari’at Islam, termasuk yang tidak mendukung pembubaran Ahmadiyah. Bila kandidat presiden dan wakilnya tidak jelas kualitas keislamannya/ abu-abu, maka memilih GOLPUT itu pilihan terbaik. Apabila ada kekhawatiran suara Ummat Islam akan disalahgunakan oleh golongan tertentu, sebaiknya GOLPUT dari Ummat Islam dikordinir dan menjadikan mereka sebagai kelompok oposisi Ummat Islam.


Dalam sistem pemilu yang ada sekarang, manusia disibukkan dengan gonjang ganjing partai. Hampir semua media cetak atau media elektronik, sibuk membicarakan permasalahan ini, mulai dari jual-beli suara, perdagangan partai, iklan-iklan kepartaian, dan segala macam berita-berita politik yang berkaitan dengannya. Para politikus itu sama sekali tidak menganggap adanya perkara haram atau dusta. Semuanya berbicara dengan gaya bahasa diplomasi. Ini merupakan penyia-nyiaan waktu dan menyibukkan kaum Muslimin hingga Ummat Islam menelantarkan kewajiban Ibadah Sholat dll demi mencapai ambisi syaithoniyah-nya.

Alim Ulama’ dan Umaro’ bertanggung jawab dihadapan Alloh Ta’ala atas segala urusan Ummat Islam yang sedang di-Acak-Acak Aqidahnya. Katakan Benar jika itu benar..! Katakan Salah jika itu salah..! Berbuatlah untuk mendapat ridho’ Alloh.. Berbuatlah untuk bekal Akhiratmu.. Utamakan kepentingan Agama Alloh dari pada urusan Duniamu.

Secara peribadi, saya sama sekali tidak percaya kepada partai-partai Islam abu-abu maupun partai-partai yang telah mengumbar janji, toh hasilnya nihil . Betapa tidak, selama sepuluh tahun reformasi, ternyata rakyat khususnya Ummat Islam telah menjadi korban otak pedagang parpol kotor. Apakah rakyat ini harus bertahan bersabar dengan selalu menyerahkan pipi yang kanan untuk ditampar lalu kita serahkan pula pipi yang kiri agar ditampar pula..? dan begitu seterusnya.

Dengan fenomena yang seperti ini maka sudah bisa dipastikan orang yang mengikuti kebanyakan manusia mesti akan tersesat. Dalam sistem pemilu, calon sangat terbuka untuk siapapun dengan agama apapun. Ummat Islam sebagai penyumbang suara terbesar harus waspada dengan kondisi terbuka semacam ini, dimana akan muncul di sana seorang Komunis, Nasrani, Marxis, Sosialis, ataupun aliran-aliran kebathinan. Ummat Islam harus menyadari, hal ini adalah perpanjangan tangan-tangan Barat yang mempengaruhi manusia dan mendidik kader-kadernya untuk diletakkan di berbagai macam partai dalam upaya mengantisipasi pemerintah dan pimpinan “hijau”. Untuk itu berhati-hatilah dalam memilih calon pemimpin kita kelak, atau kita Ummat Islam menjadi orang yang berdosa pada Alloh Ta’ala.

Maksud Firman Alloh Ta’ala: “Jika engkau mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Al An’am : 116).

Lebih jelasnya, kondisi semacam ini akibat kaum Muslim sudah banyak yang terjangkit virus kemunafikan, yang masih dikendalikan oleh hawa nafsu dan terbelenggu dalam urusan duniawi, yang mereka ingat hanya kehidupan tapi mereka lupa bahwa kematian selalu menjemput kita, cepat atau lambat.

Maksud Firman Alloh Ta’ala: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka." (Annisa :145).


Bahkan Alloh Ta’ala dengan tegas menambahkan salah satu tandanya orang munafik seperti maksud firmanNya dalam ayat: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Alloh, dan Alloh akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Alloh kecuali sedikit sekali." (Annisa’ : 142).


Pemilu ditegakkan dengan prinsip untung-untungan (spekulasi) dari yang memilih dan yang dipilih. Apakah mereka memiliki jaminan akan berhasil? Tentu tidak. Kalaulah mereka tidak memiliki jaminan keberhasilan, mengapa mereka berani melanggar batas-batas Alloh Ta’ala? Ini berarti meninggalkan perkara yang pasti benarnya untuk sesuatu yang masih berupa kemungkinan, rekaan, prasangka, dan dugaan yang tidak pasti.

Termasuk kerusakan pemilu adalah munculnya musuh-musuh Islam yang membuat partai-partai Islam sebagai jembatan untuk mewujudkan kehendak mereka. Dengan kata lain, mereka menipu kaum Muslimin untuk mendapatkan suara bagi mereka. Paling sedikitnya mereka (musuh-musuh Islam) telah berhasil membuat sebagian kaum Muslimin yakin bahwa demokrasi liberal adalah satu-satunya cara memakmurkan bangsa.

Pemilu seringkali ditegakkan dengan dukungan materi dari luar negeri, dari negara-negara Barat, Yahudi, dan Nasrani. Ini menunjukkan atas perkara penting yaitu bahwa pemilu adalah untuk kepentingan mereka. Kalau bukan untuk kepentingan mereka niscaya mereka tidak akan mengeluarkan hartanya untuk mendukung pemilu. Alloh Ta’ala berfirman, maksud ayat:

“Sesungguhnya orang-orang kafir mengeluarkan harta-harta mereka untuk menghalangi dari jalan Alloh. Maka mereka menginfakkanya dan kemudian menjadi penyesalan atas mereka.” (Al Anfal : 36).

Dengan demikian berarti kita kaum Muslimin dalam pemilu ini sedang berjalan di atas rencana mereka tanpa kita sadari. Maksud firman Alloh Ta’ala:

“Mereka bersumpah terhadap kalian agar kalian ridho’/ rela kepada mereka. Namun kalaupun kalian ridho’/ rela kepada mereka maka sesungguhnya Alloh tidak ridho’/ rela kepada kaum yang fasiq.” (At Taubah : 96).

Sudah jelas kiranya, bahwa Pemilu ditegakkan di atas kepalsuan, kedustaan, dan penipuan yang mana seluruhnya diharamkan. Semua ini adalah sebuah realita yang ada, kita semua menjadi saksi hidup terhadap apa-apa yang terjadi saat ini, di dunia maupun akhirat.

Apa-apa yang telah saya tulis semua ini, tidak ada maksud menggembosi PEMILU, mendiskreditkan golongan manapun atau tujuan-tujuan tertentu, namun saya hanya ingin memberikan penjelasan kepada khalayak ramai khususnya Ummat Islam, hendaknya jangan semberono memilih seorang pemimpin yang tidak jelas indetitas keislamanya atau kita semua (Ummat islam) akan menjadi manusia yang tersesat dan berdosa. Wa salam.

Salim Syarief MD.

Haram Memilih Presiden Yang Tidak Bertaqwa


Fatwa MUI : GOLPUT WAJIB ! GOLPUT HARAM !

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 29 Muharram 1430 H / 26 Januari 2009 M melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia III di Padangpanjang - Sumatera Barat, telah mengeluarkan Fatwa tentang GOLPUT.

Kontan saja Fatwa MUI tersebut telah mengundang PRO - KONTRA. Tidak sedikit pihak yang mencaci maki MUI, bahkan ada yang menuntut MUI dibubarkan. Terjadinya debat sengit tentang Fatwa MUI tersebut bermula dari pemberitaan berbagai media yang menginformasikan secara singkat bahwa MUI memfatwakan GOLPUT HARAM. Padahal Fatwa MUI dimaksud tidak sesederhana itu.

Dalam Keputusan Komisi Fatwa MUI tentang Masail Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan) di butir ke-4 dinyatakan bahwa : MEMILIH PEMIMPIN YANG BERIMAN DAN BERTAQWA, JUJUR (SIDDIQ), TERPERCAYA (AMANAH), AKTIF DAN ASPIRATIF (TABLIGH), MEMPUNYAI KEMAMPUAN (FATHONAH), DAN MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN UMAT ISLAM, HUKUMNYA ADALAH WAJIB.

Selanjutnya, dalam butir ke-5 disebutkan bahwa : MEMILIH PEMIMPIN YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT SEBAGAIMANA DISEBUTKAN DALAM BUTIR 4 (EMPAT) ATAU TIDAK MEMILIH SAMA SEKALI PADAHAL ADA CALON YANG MEMENUHI SYARAT, HUKUMNYA ADALAH HARAM.

Jika diperhatikan dengan seksama isi kandungan fatwa tersebut ternyata tidak seperti yang diberitakan media. Bahkan dengan jujur harus diakui bahwa fatwa MUI tersebut cerdas dan mendalam, karena disamping berdiri di atas hujjah yang kuat, juga mampu memposisikan diri dengan arif dan bijak, serta selamat dari jebakan politik praktis yang membahayakan.

Uniknya, jika kita ringkaskan kedua butir Fatwa MUI di atas, lalu kita tarik "MAFHUM" nya justru akan menjadi kejutan tersendiri. Perhatikan butir ke-4 sebagaimana tersebut di atas, ringkasannya adalah bahwa : WAJIB MEMILIH PEMIMPIN YANG MEMENUHI SYARAT SYAR'I. Sebaliknya, butir ke-5 ringkasannya adalah bahwa : HARAM MEMILIH PEMIMPIN YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT SYAR'I.

Dengan demikian, MAFHUM butir ke-4 adalah HARAM GOLPUT JIKA ADA PILIHAN PEMIMPIN YANG MEMENUHI SYARAT SYAR'I. Sebaliknya, MAFHUM butir ke-5 adalah WAJIB GOLPUT JIKA TIDAK ADA PILIHAN PEMIMPIN YANG MEMENUHI SYARAT SYAR'I.

Disinilah cerdasnya Fatwa MUI tersebut. Fatwa itu tidak menyebut secara eksplisit tentang Haram atau Halalnya GOLPUT. Memang, bagi yang tidak mau sejenak merenung dengan nalar yang sehat dan pemikiran positif, tentu tidak mudah untuk menangkap pesan MAFHUM Fatwa dimaksud sebagaimana diuraikan di atas. Terlebih lagi bagi yang pola pikirnya selalu negatif dan sentimentatif terhadap MUI, maka tidak akan sampai kepada pemahaman yang benar.

Sebagian orang memang sulit memahaminya, apalagi dalam sejumlah dialog yang dipublikasikan, saat seorang Tokoh MUI didesak dengan pertanyaan : "Jika tidak ada pilihan yang memenuhi syarat, apa kita boleh GOLPUT ?" Dengan tangkas Sang Tokoh menjawab :" Masa' sih, di antara sekian banyak calon pemimpin tidak ada yang memaenuhi syarat ? Tentu ada !"

Sekali lagi, itulah cerdasnya MUI, tidak terpancing dengan desakan pertanyaan di atas yang sebenarnya ingin menjebak MUI agar menjawab GOLPUT itu BOLEH atau TIDAK BOLEH. Pancingan tersebut berbahaya, karena ingin menggiring MUI ke dalam POLITIK PRAKTIS.

Karenanya, tidak heran jika ada yang terpeleset dalam memahami Fatwa MUI tersebut. Ada kelompok GOLPUT yang gusar dan panik karena memahami Fatwa MUI sebagai PENGHARAMAN GOLPUT, sebaliknya yang ANTI GOLPUT justru mencurigai Fatwa MUI sebagai PEMBOLEHAN GOLPUT secara terselubung. Semua itu karena pemahaman sepihak yang parsial, tidak komprehensif, lalu mengambil kesimpulan subjektif. Bahkan mungkin yang bereaksi cepat justru belum membaca sama sekali bunyi redaksi dari Fatwa MUI yang dianggap kontroversial tersebut, ia hanya mengandalkan info media tanpa TABAYYUN.

Bagi FPI, Fatwa MUI tersebut sudah pas dan tepat, karena FPI memahami Fatwa tersebut dengan kesimpulan sederhana, yaitu : HARAM GOLPUT JIKA ADA PILIHAN PEMIMPIN YANG MEMENUHI SYARAT SYAR'I. Sebaliknya, WAJIB GOLPUT JIKA TIDAK ADA PILIHAN PEMIMPIN YANG MEMENUHI SYARAT SYAR'I.

Sedang soal apakah ada calon yang memenuhi syarat syar'i atau tidak, maka hal tersebut kembali kepada Fakta Lapangan. Yang jelas, sikap FPI sesuai Fatwa Ketua Umum FPI, Hb.Muhammad Rizieq Syihab, yang sudah menjadi Keputusan Munas II FPI pada Desember 2008 lalu bahwa HARAM PILIH PARPOL / CALEG / CAPRES / CAWAPRES YANG TIDAK MENDUKUNG PEMBUBARAN AHMADIYAH ATAU YANG BERHALUAN SEPILIS (SEKULARISME, PLURALISME DAN LIBERALISME), TERMASUK SBY - JK JIKA TIDAK BUBARKAN AHMADIYAH ATAU TERUS MENERUS MEMBIARKAN KAUM SEPILIS MENISTAKAN DAN MENODAI ISLAM.

Nah, Fatwa FPI tersebut sejalan dan senafas dengan ruh Fatwa MUI, karena para PENDUKUNG AHMADIYAH atau PEMBELA SEPILIS jelas tidak memenuhi syarat syar'i untuk jadi pemimpin, sehingga HARAM DIPILIH, termasuk semua TOKOH AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) atau pun yang membela dan melindunginya. Silakan lihat DAFTAR NAMA TOKOH AKKBB dalam PLEDOI HABIB RIZIEQ di bagian kedua , agar kita tidak salah memilih. Namun jangan lupa, sejumlah Tokoh yang tidak tercantum dalam daftar tersebut tapi ikut membela dan melindungi mereka, juga HARAM DIPILIH, termasuk yang membiarkan tidak memproses mereka secara hukum terkait peran mereka sebagai BIANG KEROK INSIDEN MONAS 1 JUNI 2008 sebagaimana pengakuan Kapolri di DPR RI pasca kejadian tersebut.

Jadi, Fatwa MUI sangat dinamis dan spektrumnya luas, maka pahamilah pesan mafhumnya secara seksama. Hanya saja memang, MUI perlu didorong agar lebih berani untuk berfatwa tentang DEMOKRASI, apa bagian dari Islam atau bukan ?! Sebab itulah akar persoalannya. Jika Demokrasi bukan bagian dari ajaran Islam, maka semua produk sistemnya harus ditolak. Jangan kita sibuk berfatwa tentang produknya, sementara sumber produknya kita tutup mata. Semoga MUI berjaya dan selalu istiqomah di jalan Allah SWT. (FPI)